Kisah Sahabat Alkomah - qodirsmart

Illuminating Your Digital Future

Khoirunnas Anfauhum Linnas

LightBlog

Mau bikin website? Kunjungi link berikut!

Banner IDwebhost

Minggu, 10 Januari 2010

Kisah Sahabat Alkomah

Posted by Abdul Kadir

Berawal dari sms yang datang tiba-tiba dengan nomor yang tidak dikenal yang inti dari isinya adalah : “ingatlah pada keluargamu!”, berlanjut kepada curhat seorang ibu kepadaku tentang kerelaan hatinya demi kasih sayang terhadap anaknya, sampai dengan akhirnya menemukan cerita Alkomah.

Arti hadist Nabi: Ridho Ibu adalah Ridho Alloh …. maka jangan pernah berkata “AH!” kepadanya, dan jangan kecewakan apalagi menyakiti hati Ibumu yang penuh dengan kasih.
Alkisah Sahabat Nabi yang bernama Alkomah, adalah seorang sahabat yang amat setia kepada Nabi. Hingga suatu saat Ia menjemput ajal karena luka-luka akibat melindungi Rasulullah dalam berbagai pertempuran.
Disaat sakaratul maut itu semua sahabat yang berada disitu amat teramat sedih, begitu pula Nabi. Bukan karena akibat sakit yang tengah dideritanya, tetapi tak lain karena melihat mulut Alkomah yang tertutup rapat tidak mampu mengucapkan kalimat tauhid . Lidahnya terasa kelu untuk kalimat suci itu. Para sahabat termasuk Nabi pun telah mengajarkan dengan tidak kenal lelah. Telinganya telah mendengar dan tatapan matanya yang berputar-putar seolah mengerti apa yang harus diucapkannya. Tetapi tetap saja lidah terasa kelu dan berat.
Lalu Nabi memerintahkan Ali dan Bilal untuk mencari ibu Alkomah, sebab Nabi curiga Alkomah pernah durhaka kepada Ibunya.
Ali dan Bilal agak kesulitan menemukan rumah ibu yang terpencil itu. Mereka baru mendapatkan setelah diyakinkan seseorang yang menegaskan bahwa rumah mungil yang tampak kumuh dari luar itu benar-benar rumah ibu Alkomah. Mereka semakin terkejut lagi ketika mengetahui bahwa ibu pemilik gubuk itu sudah sangat tua dan bungkuk.
Dengan hati-hati dan pelan-pelan mereka menanyakan apakah ibu itu adalah benar ibu Alkomah. Dan apakah jawaban ibu itu ??? Sungguh mengejutkan. Nenek tua itu menjawab bahwa Ia bukanlah ibu Alkomah. Ali bersikeras bahwa Ibu itu adalah ibunya Alkomah karena telah diberitahu oleh tetangganya.
Setelah agak lama dalam perdebatan, Nenek itu mengatakan bahwa dulu Alkomah adalah benar anaknya. Dulu sewaktu dalam kandungan, dulu sewaktu dilahirkannya dengan susah payah, dulu sewaktu masih di gendong dirawat dan di susui, dulu sewaktu masih kedinginan, kelaparan, dan telah disuapinya dari sisa-sisa kelelahan seorang ibu. Dulu sewaktu Alkomah belum mempunyai seorang istri yang amat sangat dicintai sehingga telah melupakan Sang Ibu.
Ali dan Bilal saling berpandangan, mereka seakan ditimpa gunung besi sehingga tidak lagi mampu bicara dan berpikir apapun. Tampak seraut wajah tua yang semakin tua dan pekat. Sepasang mata cekung yang penuh kelelahan menerawang seakan menguak cerita lama yang membuat hati terluka.
Alkomah telah dewasa dan telah menetukan pilihan jantung hatinya. Kesibukan urusan dan terlalu mencintai istrinya telah menyita waktu untuk sekedar menengok. Bahkan salam pun tidak pernah disampaikan, apalagi mengirimkan nafkah atau sekedar kado.
Nenek itu menceritakan, suatu ketika pernah Alkomah berjalan lewat rumah ibunya dengan membawa dua bungkusan yang terbungkus dengan rapi. Lalu satu bungkusan diserahkan kepada Ibunya. Dengan sukacita dierimanya bungkusan itu dan serta merta dibukanya untuk membungakan hati anaknya yang lama ia rindukan. Ternyata bungkusan itu berisi kain sutera yang amat indah. Dipeluknya dan diciumi kain itu. Namun, kebahagiaan itu ternyata harus segera sirna dengan meninggalkan kekecawaan yang amat sangat. Alkomah mengatakan dengan jujur bahwa ia telah keliru memberikan hadiah. Seharusnya bungkusan itu adalah untuk istrinya tercinta, dan bungkusan satunya yang untuk ibunya.
Masih bisa dijadikan obat kecewa, bungkusan itu masih saja ditimang-timang dengan suka cita sampai Alkomah meninggalkan ibunya sendiri. Setelah itu barulah dibuka dan ia mendapati selembar kain bekas yang sungguh tidak kelihatan seindah sutera yang pertama tadi.
Alkomah bukan lagi anak Ibu tua itu. Dan ia tidak berhak mendapatkan ridhonya. Sungguh tragis nasip Alkomah yang sedang kepayahan dalam sakaratulmaut.
Lalu Rasulullah memerintahkan agar Ibu tua itu dijemput dengan unta untuk menemui beliau. Setelah bertemu dengan Nabi dengan hati suka cita, mendadak roman ibu berubah menjadi pucat pasi melihat tubuh yang tergolek lemah hendak dibakar dalam tumpukan kayu yang telah disediakan. Bertanya Ibu tua kepada Nabi, dan dijawablah bahwa tubuh lemah itu adalah bekas anak ibu yang telah durhaka. Daripada tersiksa lebih baik dimasukkan dalam api untuk menghilangkan derita berkepanjangan. Kecuali …… Ibu tua mau menngampuni dosa-dosa yang telah di perbuat oleh Alkomah.
Putih pias sekujur tubuh Ibu tua. Antara dendam dan kasih berkecamuk dalam dada. Antara marah dan sayang bergumul menyesakkan hati. Tak kuasa untuk mencaci, tak kuasa untuk memeluk. Tak kuasa berpikir lagi, tak kuasa menanggung ego diri. Tak kuasa berteriak, dan tak kuasa berdiam diri. Air mata seorang ibu berjatuhan bersama jatuhnya pintu maaf untuk anaknya. Dan seketika itu pula keluh lidah Alkomah telah hilang hingga ia mampu menyebut Asma Alloh dan pergilah ruh dengan tenang.
“Ya Allah bahagiakan kedua orang tuaku, sayangilah mereka seperti mereka menyayangiku sewaktu kecil hingga kini”
“Ya Allah berilah keikhlasan dan ketenangan hati bagi seorang ibu yang sedang kecewa kepada anaknya, semoga hamba bukan termasuk golongan orang-orang yang durhaka”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Salamat Datang Di website saya - Sudahkah kita berbuat baik hari ini? - Terima kasih telah berkunjung ke website qodirsmart, like, follow dan subscribe please!